Tuesday, March 10, 2015

Berharap Mati di Bawah Laut Bersamamu

“Sebuah kapal pesiar mengalami kecelakaan dan akan tenggelam. Sepasang suami istri berlari menuju ke sekoci untuk menyelamatkan diri. Sesampai di sekoci, mereka menyadari bahwa hanya ada tempat untuk satu orang yang tersisa. Segera sang suami melompat mendahului istrinya untuk mendapatkan tempat itu. Sang istri hanya bisa menatap suaminya sambil meneriakkan sebuah kalimat sebelum sekoci menjauh dan kapal yang dia tumpangi benar-benar menenggelamkannya.”

Guru yang menceritakan kisah itu bertanya pada murid-muridnya, “Menurut kalian, apa yang istri itu teriakkan?”

Sebagian murid menjawab, “Aku benci kamu!” “Kamu egois!” “Enggak tahu malu!”

Tetapi guru itu menyadari ada seorang murid yang diam saja. Guru kemudian meminta murid yang diam itu menjawab.
“Guru, saya yakin istri itu pasti berteriak: Tolong jaga anak kita baik-baik,” kata murid itu.

Guru terkejut. “Apa kamu sudah pernah mendengar cerita ini sebelumnya?” tanya guru.

Murid itu menggeleng. “Belum. Tetapi itu yang dikatakan oleh ibu saya sebelum dia meninggal karena penyakit kronis.”

Guru itu menatap seluruh kelas dan berkata, “Jawaban ini benar. Kapal itu kemudian benar-benar tenggelam dan sang suami membawa pulang anak-anak mereka sendirian.”

“Bertahun-tahun kemudian, setelah sang suami meninggal, anak-anak menemukan buku harian ayahnya. Di sana dia menemukan kenyataan bahwa saat orangtuanya naik kapal pesiar itu, mereka sudah mengetahui bahwa sang ibu menderita penyakit kronis dan akan segera meninggal. Karena itulah, di saat darurat itu, ayahnya memutuskan mengambil satu-satunya kesempatan untuk bertahan hidup.

Dalam buku harian itu tertulis: Betapa aku berharap untuk mati di bawah laut bersama denganmu. Tapi demi anak-anak kita, aku harus membiarkanmu tenggelam sendirian untuk selamanya di bawah sana.”

Demikianlah. Pelajaran moralnya adalah kebaikan dan kejahatan itu tidak sesederhana yang kita kira. Ada berbagai macam komplikasi dan alasan di baliknya yang kadang sulit dimengerti. Karena itulah kita jangan pernah melihat hanya di luar dan kemudian langsung menghakimi, apalagi tanpa tahu apa-apa.

Mereka yang sering membayar untuk orang lain, mungkin bukan berarti mereka kaya, tapi karena mereka menghargai hubungan daripada uang.

Mereka yang bekerja tanpa ada yang menyuruh, mungkin bukan karena mereka bodoh, tapi karena mereka menghargai konsep tanggung jawab.

Mereka yang minta maaf duluan setelah bertengkar, mungkin bukan karena mereka bersalah, tapi karena mereka menghargai orang lain.

Mereka yang mengulurkan tangan untuk menolongmu, mungkin bukan karena mereka merasa berhutang, tapi karena menganggap kamu adalah sahabat.

Mereka yang sering mengontakmu, mungkin bukan karena mereka tidak punya kesibukan, tapi karena kamu ada di dalam hatinya






M. Husnaini

Facebook Comment