Di dalam rumahtangga, ada COBAAN ada pula GODAAN.
COBAAN merupakan faktor eksternal. Dzat
Mahaadikodrati memberi cobaan ini dalam rumah tangga sebagai faktor ujicoba kesetiaan atas mitsaqon gholidzo yang terikrar saat awal pernikahan. Ragam cobaan variatif: penyakit yang tak kunjung sembuh, fitnah yang mendera secara terus menerus, tragedi kehilangan buah hati, belum dikaruniai buah hati selama bertahun-tahun menikah, dlsb. Ada pula cobaan yang berasal dari "
inner circle" keluarga. Yakni, tatkala salah seorang anggota keluarga mengancam keharmonisan rumahtangga dengan banyak cara.
Sedangkan GODAAN lebih pada aspek internal. Misalnya ketertarikan suami terhadap Tahta, Harta, dan Wanita. Atau sebaliknya bagi seorang istri. Godaan ini lebih bermain pada aspek pikiran/ psikologis dan nafsu. Jika tidak mampu mengontrol godaan ini, rumahtangga bisa hancur. Semua bisa kita kembalikan kepada Hati Nurani. Bagaimana mekanisme mendeteksi perbedaan antara bisikan NURANI dan NAFSU? NURANI menyuarakan KEBENARAN adapun NAFSU membisikkan PEMBENARAN.
Suami adalah nahkoda, istri adalah mualim (navigator), buah hati adalah penumpang. Bukankah karena hal ini, sebuah pernikahan dinamakan biduk alias bahtera? Jadi, butuh kerjasama dan kekompakan di antara suami istri agar bahtera berlayar tenang di lautan. Jika suami sebagai nahkoda tak mampu menghadapi empasan ombak ganas, istri sebagai navigator bisa memilih jalur yang bisa membawa bahtera bukan hanya ke tempat yang lebih aman, tetapi juga ke tempat yang lebih baik.
Image Source:djuni.wordpress.com/2013/04/24/kado-perkawinan-seni-mengarungi-bahtera-rumah-tangga/
Demikianlah, keduanya berpartisipasi dengan peran masing-masing sejak awal agar bahtera tak karam: mendayungnya dari lepas pantai, lalu mengendalikannya agar tak pecah menghantam karang di laut dangkal, kemudian menjaga stabilitas bahtera saat dihantam taufan atau badai di samudera. Semua pada proporsinya masing-masing. Suami sebagai PEMIMPIN, bukan ATASAN. Istri sebagai BELAHAN JIWA, bukan BAWAHAN. Karena itu, istri boleh saja tidak sependapat dengan ide suami dalam beberapa hal.
Pertengkaran adalah bumbu yang semakin mempersedap dinamika rumahtangga. Karena itu, agar pertengkaran tidak berlarut, jadilah yang PERTAMA dalam memaafkan, meski sesungguhnya posisi kita yang benar. Jika pertengkaran membuat pikiran kita kalut dan terbersit kata CERAI, pandanglah wajah buah hati tatkala dia sedang terlelap! Jika tidak memiliki efek di hati, tataplah kepolosan jiwa dalam bola matanya! Masihkah kita egois? Naudzubillah....
Baiklah, ada tips dari seorang guru bagaimana beliau menjaga keharmonisan rumahtangga. Nasehatnya, SHALAT BERJAMAAH bersama pasangan! Lebih romantis lagi jika tiga hari sekali, atau satu minggu sekali, terucap kalimat seperti ini:
Suami: Terimakasih telah mencintaiku. Terimakasih telah setia dan bersabar MENDAMPINGI-ku...
Istri: Terimakasih telah mencintaiku pula. Terimakasih telah bersabar MEMBIMBING-ku....
---
Semoga sahabat-sahabat yang "nJomblo" segera dipertemukan jodohnya oleh Allah, dan semoga sahabat-sahabat kita yang belum dikaruniai buah hati, lekas dikabulkan doanya oleh Allah. Bibarokatil fatihah.....
Source: Rijal Pakne Avisa