~ Malem Minggu Mikir ~
Oleh : Darwis Tere Lije
Sebagian kecil penguasa kapital di dalam suatu sistem yang memanjakan orang-orang kuat, tentu diuntungkan besar-besaran. Harta melimpah, akses leluasa, dan tingkah polah pun bebas tak terbatas. Karena di sini uanglah yang berkuasa. Hukum bisa dibeli, peraturan bisa diutak-atik. Namun di sisi lain, pengurasan daya pikir dan upaya untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya secara material menimbulkan kejenuhan psikis bagi orang-orang ini.
Sehingga mereka memanfaatkan kuasa yang dimiliki untuk bersenang-senang, sebagai impas dari usaha mati-matian yang sudah dicapai. Pagar hukum tidak lagi menjadi penghalang, apalagi ‘sekedar’ norma, apalagi ‘hanya’ aturan agama. Foya-foya adalah pelampiasan mereka untuk menutupi kejenuhan psikis tersebut. Sehingga muncullah pandangan hidup yang cenderung mengarah kepada filsafat Epicurus;
“Makan, minum, dan bersenang-senanglah!”
Kita -tak terasa- digiring ke arah pandangan hidup semacam ini. Proses pendidikan di sekolah dipulas dengan atmosfer penuh persaingan antar-siswa, tekanan berupa beban mata pelajaran yang 'harus' dikuasai meskipun tidak digemari, serta padatnya jam belajar dengan berbagai macam ekstrakurikuler ataupun materi tambahan yang sebenarnya semakin meninggikan tembok pembatas antara pendidikan dan realita di masyarakat.
Hal ini berpengaruh ketika kita sudah bekerja dengan berbagai macam kepenatannya. Sehingga sebab akumulasi kepenatan selama hari kerja (Senin - Jum'at) yang notabene menjadi saat mengupayakan 'makan' dan 'minum', menjadikan Malam Minggu sebagai momen istimewa untuk 'bersenang-senang'.
Makanya, di sana-sana, Malam Minggu dijadikan ajang untuk melampiaskan berbagai macam hasrat, dari yang ringan sampai yang berat. Mulai dari dugem, mendem, hingga ehem-ehem.
(semoga) Selamat (di) Malam Minggu
No comments:
Post a Comment