Friday, April 19, 2013

Tidak Menikah Why (Not) Final

Berkaitan dengan “dianjurkannya” seseorang agar tetap melajang/ jomblo sampai batas waktu tertentu. Atau bahkan menahan diri untuk tidak menikah sampai akhir hayat. Uraian tersebut pernah disinggung oleh beliau KH. Imam Makruf saat Haul Ponpes Hidayatul Mubtadi’in, disiarkan secara live (dan bisa di streaming online) di stasiun TV ahlussunnah wal jamaah yakni TV9 dan jaringan radio Madu FM serta direkam secara live juga oleh penulis (xixixi ^_^ ) yang pas bisa hadir (MP3 dapat download di sini) :

Bahwa hanya ada DUA pilihan, bagi para jomblowan dan jomblowati akhir zaman:


1. JANGAN KAWIN
Terlepas dari kesunnahan menikah. Dibolehkan (bahkan hampir naik tingkat menjadi “dianjurkan”) bagi umat Islam akhir zaman untuk tidak menikah.Sebentar lagi -mungkin sekitar beberapa abad ke depan- bahkan akan menjadi “diwajibkan” agar tidak menikah. Alasan dan latar belakangnya nanti dulu.
Khusus bagi kaum sawah/ salafy wahaby stop membaca sampai sini dulu, Para militan sawah yang selalu salah faham dan menuduh ini dan itu. Tidak usah diteruskan membacanya, nanti malah menjadi maksiat buat antum semua. Karena berkicau: INI GAK SESUAI SUNNAH!! BID’AH, SYIRIK!! xixixi


2. Bila pilihan pertama dilarang menikah, ternyata merasa keberatan. Akhirnya terpaksa memilih menikah, karena sudah berusaha ikhtiar dan sudah menemukan calon yang terbaik dan alasan lain yang tak tersebut satu persatu. Maka pilihan kedua bila sudah menikah: JANGAN PUNYA ANAK!! 

Sebagaimana ada dari beberapa ulama besar (klik di sini untuk mengenal beberapa di antaranya) yang tetap melajang karena lebih mencintai ilmu, keputusan tidak menikah di akhir zaman, lebih karena alasan “menjaga diri sendiri dan keluarga dari siksa api neraka”. Karena menutup satu lubang kesalahan lebih baik dari pada membuka satu lubang kebaikan. Mendahulukan untuk menjauhi, jalan kepada kemaksiatan itu nilainya lebih baik.
Source Image : www.klikrama.com


Dan di dalam taushiyah lain yang bertema tentang cara mendidik anak, oleh Abuya Yahya Z.M. (MP3 dapat dowload di sini) yang kalau tidak salah, juga pas dihadiri oleh beliau Habib Husain Ba’abud, Habib Helmy al Atthos dan Habib Muhammad bin Salim as Seggaf, semuga penulis tidak salah (memahami) inti pokoknya, berikut:


1. Menikah dan berkeluarga itu adalah ladang ibadah, karena menyempurnakan separuh agama. Namun juga, (bila tidak dipertimbangkan matang tentang kapasitas diri sendiri dan calon pendampingnya) bisa jadi malah akan menjadi ladang menuai dosa.

2. Agar tidak terjerumus ke dalam dosa, maka tuntutlah ilmu agama sebanyak-banyaknya sebelum menikah. (Baca selengkapnya disini)

3. Menikah yang awalnya untuk beribadah, ketika sudah punya anak dan belum tahu cara mendidiknya yang benar. Bisa saja niat berbelok dari jalur awal. Sebagaimana orang tua akan memperoleh kebaikan sebab anak yang sholeh, orang tua juga akan bertanggung jawab kelak atas perilaku tidak baik yang dilakukan oleh anak.

4. Meskipun orang tua ahli ibadah, namun bila anaknya tidak terdidik. Bisa jadi kelak anaknya yang akan menyeret kedua orangtuanya ke dalam siksa neraka. (dari kisah: seorang anak yang protes kepada Tuhan karena tidak rela melihat orang tuanya dimasukkan ke dalam surga, sementara ia yang sebagai anak kandungnya malah dimasukkan ke dalam neraka)

5. Umur insan siapalah yang tahu selain Allah. Sehingga saat kita telah tiada dan meninggalkan anak keturunan. Kepada siapa anak kita akan terasuh dan terdidik. Apakah kepada calon pendamping kita, yang belum tahu cara mendidiknya. Ingatlah hidup kita setelah mati, tetap mempertanggungjawabkan benih yang kita tanam, yaitu anak. Maka beruntung sekali jika setelah kita tiada, anak kita diasuh oleh seorang ayah atau ibu yang mengerti agama. Umur insan siapa yang tahu. Karena, kita tidak bisa memastikan apakah umur kita kelak bisa sampai mendampingi anak tumbuh dewasa.

6. Kesalahan mendidik anak juga tidak lepas dari sebab yang pertama. Yaitu ketika orang tua memilih pasangannya. Sudahkah kita memastikan calon pendamping kita itu menyejukkan hati, tidak hanya di dunia tetapi juga sampai kehidupan nanti.

7. Namun, mari sama-sama berbenah diri. Sudahkah diri kita ini pantas untuk mendapatkan calon pendamping yang baik. Sebagaimana firman-Nya laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik pula. Yang nantinya akan menurunkan keturunan yang baik pula insyaallah.

8. Ushikum wa nafsiy bi taqwallah


Demikianlah dua taushiyah yang ditafsirkan oleh penulis sendiri. Dan untuk mendapatkan penafsiran yang lebih baik dan lebih lurus. Makanya segera didownload MP3-nya


Akhirnya setelah membaca dari awal sampai akhir:
Tidak Menikah Why (Not) ? bagian I
Tidak Menikah Why (Not) ? bagian II
Tidak Menikah Why (Not) ? bagian III
Tidak Menikah Why (Not) ? bagian Final


Apakah kesimpulan finalnya..
a. Tetap menjadi jomblowan / jomblowati
b. Semakin yakin untuk menuju jenjang pernikahan
c. Atau masih galau


Pilihlah C maka tulisan-tulisan ini akan tetap berlanjut. Xixixi (^_^)
Semoga bermanfaat.


Salam Menyan
(menyejukkan dan nyaman)




No comments:

Facebook Comment