Cinta adalah salah satu mahluk yang murni dan sakral. Murni karena ia adalah Hawa, yang terlahir langsung dari buah ‘kesepian ‘ Adam di dalam Surga tatkala kalbunya merindukan ‘belahan jiwa’ yang bisa ikut merasakan apa yang dia rasa. Memiliki apa yang dia miliki. Bukan lah sekelompok malaikat-malaikat yang sama sekali tidak memberinya ‘ rasa’ itu.
Begitu engkau seorang Adam maka jiwa murnimu akan membutuhkan Hawa.
Cinta itu sakral karena Allah mengaturnya dengan batasan-batasannya yang semakin membuat haru biru keasyikannya. Bukan seperti hewan yang terhadap siapapun cintanya tersalurkan, menjadi tidak lebih dari bahasa biologis mereka saja.
Tetapi bagi manusia, kesakralan cinta itu dimulai saat para Malaikat menghalangi Adam saat tangannya hendak menyentuh kulit halus Hawa di sampingnya:
“Mah, ya Adam. Hatta Tuaddiya laha Mahra… “
“Jangan dahulu Adam. Sampai engkau memberikan kepada dia, maharnya.” Kata Malaikat.
Adam betul-betul mencintai Hawa. Sesosok tubuh serupa dengannya tetapi sangat membuatnya takjub akan warna, bentuk serta gerak-geriknya.
Malaikat bertanya : “Apakah engkau menyukai Hawa, Wahai Adam?“
Adam alaihis salam menjawab cepat “Tentu … Aku suka kepadanya.”
Hawa, sebagaimana para wanita cucu-cucu keturunannya kelak, adalah mahluk lembut yang lebih dominan rasa malunya, rasa sungkannya menutupi kejujuran hatinya.
Malaikat bertanya kepada Hawa “ Wahai Perempuan rupawan. Apakah dikau menyukai Adam, lelaki yang duduk di samping dirimu itu?”
Dengan dasa penuh sesak, mata berkedip dan tak mampu menatap langsung Adam, Bunda Hawa menjawab ....
bersambung
Begitu engkau seorang Adam maka jiwa murnimu akan membutuhkan Hawa.
Cinta itu sakral karena Allah mengaturnya dengan batasan-batasannya yang semakin membuat haru biru keasyikannya. Bukan seperti hewan yang terhadap siapapun cintanya tersalurkan, menjadi tidak lebih dari bahasa biologis mereka saja.
Tetapi bagi manusia, kesakralan cinta itu dimulai saat para Malaikat menghalangi Adam saat tangannya hendak menyentuh kulit halus Hawa di sampingnya:
“Mah, ya Adam. Hatta Tuaddiya laha Mahra… “
“Jangan dahulu Adam. Sampai engkau memberikan kepada dia, maharnya.” Kata Malaikat.
Adam betul-betul mencintai Hawa. Sesosok tubuh serupa dengannya tetapi sangat membuatnya takjub akan warna, bentuk serta gerak-geriknya.
image source: http://dawaihatiku.blogspot.com/2013/02/senandung-rindu-di-kidung-doa.html
Malaikat bertanya : “Apakah engkau menyukai Hawa, Wahai Adam?“
Adam alaihis salam menjawab cepat “Tentu … Aku suka kepadanya.”
Hawa, sebagaimana para wanita cucu-cucu keturunannya kelak, adalah mahluk lembut yang lebih dominan rasa malunya, rasa sungkannya menutupi kejujuran hatinya.
Malaikat bertanya kepada Hawa “ Wahai Perempuan rupawan. Apakah dikau menyukai Adam, lelaki yang duduk di samping dirimu itu?”
Dengan dasa penuh sesak, mata berkedip dan tak mampu menatap langsung Adam, Bunda Hawa menjawab ....
bersambung